Profit Level Indicator (PLI) apa saja yang dikenal dalam Transfer Pricing Documentation?
Dalam Transfer Pricing Documentation, ada beberapa Profit Level Indicator (PLI) yang umum digunakan untuk membandingkan tingkat profitabilitas entitas terkait dalam transaksi lintas batas. Berikut adalah beberapa contoh PLI yang sering digunakan:
- Operating Profit Margin (OPM): Persentase perbedaan antara pendapatan operasional dan biaya operasional. Ini mengukur tingkat profitabilitas operasional dari entitas terkait.
- Return on Sales (ROS): Persentase perbedaan antara pendapatan bersih dan pendapatan kotor. Ini menunjukkan profitabilitas relatif dari penjualan entitas terkait.
- Return on Assets (ROA): Rasio antara pendapatan bersih dan total aset perusahaan. Ini membantu mengukur tingkat pengembalian yang dihasilkan oleh aset yang digunakan dalam transaksi terkait.
- Return on Capital Employed (ROCE): Rasio antara pendapatan bersih dan modal yang digunakan dalam operasi perusahaan. Ini membantu membandingkan tingkat pengembalian modal pada entitas terkait.
- Return on Investment (ROI): Rasio yang mengukur keuntungan relatif yang dihasilkan dari investasi tertentu dibandingkan dengan biaya investasi tersebut.
- Berry Ratio (BR): Rasio antara pendapatan operasional dan biaya langsung. Ini digunakan untuk membandingkan profitabilitas dari entitas terkait dalam industri tertentu.
- Transactional Net Margin Method (TNMM): TNMM menggunakan rasio keuntungan bersih terkait dengan pendapatan bersih atau biaya operasional sebagai PLI untuk membandingkan profitabilitas entitas terkait.
- Comparable Profits Method (CPM): CPM membandingkan keuntungan operasional bersih dari entitas terkait dengan keuntungan yang diharapkan dari entitas independen yang beroperasi dalam kondisi pasar yang serupa.
- Resale Price Margin (RPM): RPM digunakan ketika entitas terkait melakukan penjualan kembali barang yang diperoleh dari entitas lain dalam grup perusahaan. Ini mengukur tingkat marjin antara harga jual dan harga perolehan.
PLI yang digunakan dalam Transfer Pricing Documentation akan bervariasi tergantung pada jenis transaksi, industri, dan kondisi pasar yang relevan. Penting untuk memilih PLI yang paling sesuai dengan situasi khusus dalam analisis transfer pricing.
Apa yang dimaksud dengan Profit Level Indicator (PLI) dalam Transfer Pricing Documentation?
Dalam Transfer Pricing Documentation, Profit Level Indicator (PLI) mengacu pada metode atau indikator yang digunakan untuk membandingkan tingkat profitabilitas entitas terkait dalam transaksi lintas batas (transfer pricing). Transfer pricing adalah praktik menetapkan harga transaksi antara entitas yang terafiliasi dalam grup perusahaan yang beroperasi di berbagai yurisdiksi.
PLI digunakan untuk mengevaluasi apakah harga transaksi antara entitas terkait adalah dalam kisaran pasar yang wajar dan sesuai dengan prinsip transfer pricing. Dalam hal ini, PLI adalah metrik yang digunakan untuk membandingkan tingkat profitabilitas entitas terkait dengan perusahaan komparabilitas eksternal atau entitas lain dalam grup perusahaan yang beroperasi dalam kondisi pasar yang serupa.
Apa saja kriteria pencarian yang lazim diterapkan pada saat mencari data pembanding TP Doc menggunakan database komersial?
Kriteria pencarian yang lazim diterapkan pada saat mencari data pembanding TP Doc menggunakan database komersial adalah sebagai berikut:
- Kode industri yang sama atau sebanding dengan pihak yang diuji (tested party), misalnya menggunakan US SIC atau NAICS.
- Wilayah atau area geografis yang sama atau sebanding dengan pihak yang diuji (tested party), misalnya menggunakan negara atau kawasan tertentu seperti Far East and Central Asia atau Middle East.
- Perusahaan aktif yang masih beroperasi dan tidak mengalami kebangkrutan, likuidasi, merger, akuisisi, atau restrukturisasi.
- Ketersediaan data atau informasi keuangan yang relevan dari pembanding, seperti laporan keuangan, rasio keuangan, dan informasi harga transfer.
- Indikator laporan keuangan yang relevan dengan metode penentuan harga transfer yang dipilih, misalnya menggunakan operating revenue, gross profit margin, net profit margin, dll.
- Indikator independensi yang menunjukkan bahwa perusahaan pembanding tidak memiliki hubungan istimewa dengan pihak lain, misalnya menggunakan persentase kepemilikan saham.
- Periode multiple-year yang mencerminkan siklus bisnis dan kondisi ekonomi yang berlaku pada saat transaksi afiliasi dilakukan, misalnya menggunakan data 3 tahun terakhir.
Kata kunci lain yang dapat mempersempit pencarian dan meningkatkan kesebandingan antara transaksi afiliasi dan pembanding eksternal, misalnya menggunakan nama produk, merek dagang, jenis layanan, dll.
Apa saja langkah-langkah dalam mencari data pembanding TP Doc dari database komersial?
Langkah-langkah dalam mencari data pembanding TP Doc dari database komersial adalah sebagai berikut:
- Mengakses database komersial yang kredibel dan terpercaya, seperti Amadeus, Orbis, Osiris, dan lainnya.
- Memilih metode penentuan harga transfer yang sesuai dengan transaksi afiliasi yang diuji, seperti CUP, RPM, TNMM, dll.
- Menetapkan kriteria pencarian yang sesuai dengan kondisi pihak yang diuji, seperti kode industri, wilayah, ketersediaan data, indikator laporan keuangan, dan lainnya.
- Melakukan pencarian data dengan memasukkan kriteria pencarian yang telah ditetapkan ke dalam database komersial.
- Menyaring data yang didapatkan dengan melakukan telaah manual untuk memastikan kesebandingan antara transaksi afiliasi dan pembanding eksternal dengan mempertimbangkan 5 (lima) faktor kesebandingan, yaitu karakteristik barang atau jasa, analisis fungsi, aset, dan risiko, ketentuan kontrak, kondisi ekonomi, dan strategi bisnis.
- Melakukan penyesuaian jika terdapat perbedaan kondisi yang material atau signifikan yang dapat mempengaruhi harga atau laba dari transaksi yang diperbandingkan.
Mendokumentasikan langkah-langkah, kajian, dan hasil kajian dalam melakukan analisis kesebandingan dan penentuan pembanding eksternal dari database komersial.
Bagaimana cara mencari data pembanding TP Doc dari database komersial?
Cara mencari data pembanding TP Doc dari database komersial adalah dengan melakukan hal-hal berikut:
Menggunakan database komersial yang kredibel dan terpercaya, seperti Amadeus, Orbis, Osiris, dan lainnya.
Menetapkan kriteria pencarian yang sesuai dengan kondisi pihak yang diuji, seperti kode industri, wilayah, ketersediaan data, indikator laporan keuangan, dan lainnya.
Menyaring data yang didapatkan dengan melakukan telaah manual untuk memastikan kesebandingan antara transaksi afiliasi dan pembanding eksternal dengan mempertimbangkan 5 (lima) faktor kesebandingan. Mendokumentasikan langkah-langkah, kajian, dan hasil kajian dalam melakukan analisis kesebandingan dan penentuan pembanding eksternal dari database komersial.
Apa yang dimaksud dengan Data Pembanding Eksternal dalam TP Doc?
Data Pembanding Eksternal dalam TP Doc adalah data Harga Wajar atau Laba Wajar dalam transaksi sebanding yang dilakukan oleh Wajib Pajak lain dengan pihak-pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa. Data Pembanding Eksternal berasal dari transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak yang independen selain pembanding internal. Data Pembanding Eksternal dapat berupa data publik dalam negeri atau luar negeri atau data dari database komersial.
Apa contoh penerapan Analisis Kesebandingan dengan Metode TNMM?
Contoh penerapan Analisis Kesebandingan dengan Metode TNMM adalah sebagai berikut:
PT AAA melakukan transaksi penjualan produk elektronik kepada perusahaan afiliasi PT XXX dengan harga Rp 1.000 per unit. PT AAA juga melakukan transaksi penjualan produk elektronik yang sama kepada perusahaan independen PT DDD dengan harga Rp 1.200 per unit. Untuk menentukan harga transfer yang wajar, PT AAA menggunakan Metode TNMM dengan membandingkan persentase laba bersih operasi terhadap penjualan atas transaksi tersebut.
Penerapan Metode TNMM memerlukan tingkat kesebandingan yang tinggi antara transaksi antara wajib pajak yang mempunyai hubungan istimewa dan transaksi antara wajib pajak yang tidak mempunyai hubungan istimewa, khususnya berdasarkan hasil analisis fungsi. Analisis fungsi meliputi fungsi yang dilakukan, aset yang digunakan, dan risiko yang ditanggung oleh masing-masing pihak. Selain itu, pihak-pihak yang terlibat dalam transaksi harus memiliki fungsi, aset, dan risiko yang serupa atau setidaknya sebanding.
Jika terdapat perbedaan kondisi yang mempengaruhi laba bersih operasi antara transaksi afiliasi dan transaksi independen, maka perlu dilakukan penyesuaian yang akurat (reasonably accurate adjustment) untuk menghilangkan atau mengurangi dampak perbedaan tersebut. Contoh penyesuaian yang dapat dilakukan adalah terkait dengan biaya penelitian dan pengembangan, biaya pemasaran, biaya lisensi, dll.
Setelah melakukan penyesuaian, harga transfer yang wajar dapat ditentukan dengan menggunakan persentase laba bersih operasi wajar dari transaksi independen sebagai acuan. Dalam contoh di atas, jika tidak ada perbedaan kondisi yang signifikan antara transaksi afiliasi dan transaksi independen, maka persentase laba bersih operasi wajar bagi PT AAA adalah 16,67% (Rp 200 / Rp 1.200). Jika ada perbedaan kondisi yang signifikan, maka persentase laba bersih operasi wajar dapat berbeda tergantung dari hasil penyesuaian yang dilakukan.
Metode TNMM cocok digunakan untuk transaksi penjualan/pembelian barang atau jasa yang memiliki karakteristik kompleks atau sulit dibandingkan dengan metode lainnya. Metode TNMM juga dapat digunakan untuk transaksi intra-group services atau pembayaran royalti. Namun, dalam praktiknya metode TNMM memiliki keterbatasan karena sulitnya menemukan data sebanding yang relevan dan akurat. Oleh karena itu, metode TNMM harus dipilih dengan hati-hati dan dikonfirmasi ulang dengan metode transfer pricing lainnya jika diperlukan.
Apa contoh penerapan Analisis Kesebandingan dengan Metode PSM?
Contoh penerapan Analisis Kesebandingan dengan Metode PSM adalah sebagai berikut:
PT AAA melakukan transaksi penjualan barang tidak berwujud (intangible asset) berupa lisensi software kepada perusahaan afiliasi PT XXX dengan harga Rp 500 juta. PT AAA juga melakukan transaksi penjualan barang tidak berwujud yang sama kepada perusahaan independen PT DDD dengan harga Rp 600 juta. Untuk menentukan harga transfer yang wajar, PT AAA menggunakan Metode PSM dengan membagi laba gabungan dari transaksi tersebut berdasarkan kontribusi masing-masing pihak.
Penerapan Metode PSM memerlukan tingkat kesebandingan yang tinggi antara transaksi antara wajib pajak yang mempunyai hubungan istimewa dan transaksi antara wajib pajak yang tidak mempunyai hubungan istimewa, khususnya berdasarkan hasil analisis fungsi. Analisis fungsi meliputi fungsi yang dilakukan, aset yang digunakan, dan risiko yang ditanggung oleh masing-masing pihak. Selain itu, pihak-pihak yang terlibat dalam transaksi harus memberikan kontribusi unik atau signifikan terhadap penciptaan nilai tambah dari barang atau jasa yang diperjualbelikan.
Jika terdapat perbedaan kondisi yang mempengaruhi laba gabungan antara transaksi afiliasi dan transaksi independen, maka perlu dilakukan penyesuaian yang akurat (reasonably accurate adjustment) untuk menghilangkan atau mengurangi dampak perbedaan tersebut. Contoh penyesuaian yang dapat dilakukan adalah terkait dengan biaya penelitian dan pengembangan, biaya pemasaran, biaya lisensi, dll.
Setelah melakukan penyesuaian, harga transfer yang wajar dapat ditentukan dengan menggunakan laba gabungan wajar dari transaksi independen sebagai acuan. Dalam contoh di atas, jika tidak ada perbedaan kondisi yang signifikan antara transaksi afiliasi dan transaksi independen, maka laba gabungan wajar bagi PT AAA dan PT XXX adalah Rp 100 juta (Rp 600 juta - Rp 500 juta). Jika ada perbedaan kondisi yang signifikan, maka laba gabungan wajar dapat berbeda tergantung dari hasil penyesuaian yang dilakukan. Metode PSM cocok digunakan untuk transaksi penjualan/pembelian barang atau jasa yang memiliki nilai tambah tinggi atau unik, seperti barang tidak berwujud, intra-group services, atau produk khusus. Metode PSM juga dapat digunakan untuk transaksi royalti atau pembagian keuntungan. Namun, dalam praktiknya metode PSM memiliki keterbatasan karena sulitnya menentukan kontribusi masing-masing pihak dan menemukan data sebanding yang relevan. Oleh karena itu, metode PSM harus dipilih dengan hati-hati dan dikonfirmasi ulang dengan metode transfer pricing lainnya jika diperlukan.
Apa contoh penerapan Analisis Kesebandingan dengan Metode CPM?
Contoh penerapan Analisis Kesebandingan dengan Metode CPM adalah sebagai berikut:
PT AAA melakukan transaksi penjualan produk tekstil kepada perusahaan afiliasi PT XXX dengan harga Rp 500 per meter. PT AAA juga melakukan transaksi penjualan produk tekstil yang sama kepada perusahaan independen PT DDD dengan harga Rp 600 per meter. Untuk menentukan harga transfer yang wajar, PT AAA menggunakan Metode CPM dengan menambahkan tingkat laba kotor wajar yang diperoleh dari transaksi dengan pihak independen pada harga pokok penjualan produk tekstil.
Penerapan Metode CPM memerlukan tingkat kesebandingan yang tinggi antara transaksi antara wajib pajak yang mempunyai hubungan istimewa dan transaksi antara wajib pajak yang tidak mempunyai hubungan istimewa, khususnya berdasarkan hasil analisis fungsi. Analisis fungsi meliputi fungsi yang dilakukan, aset yang digunakan, dan risiko yang ditanggung oleh masing-masing pihak. Selain itu, pihak-pihak yang terlibat dalam transaksi harus memiliki fungsi, aset, dan risiko yang serupa atau setidaknya sebanding.
Jika terdapat perbedaan kondisi yang mempengaruhi laba kotor antara transaksi afiliasi dan transaksi independen, maka perlu dilakukan penyesuaian yang akurat (reasonably accurate adjustment) untuk menghilangkan atau mengurangi dampak perbedaan tersebut. Contoh penyesuaian yang dapat dilakukan adalah terkait dengan biaya penelitian dan pengembangan, biaya pemasaran, biaya lisensi, dll.
Setelah melakukan penyesuaian, harga transfer yang wajar dapat ditentukan dengan menggunakan tingkat laba kotor wajar dari transaksi independen sebagai acuan. Dalam contoh di atas, jika tidak ada perbedaan kondisi yang signifikan antara transaksi afiliasi dan transaksi independen, maka tingkat laba kotor wajar bagi PT AAA adalah 20% (Rp 100 / Rp 500). Jika ada perbedaan kondisi yang signifikan, maka tingkat laba kotor wajar dapat berbeda tergantung dari hasil penyesuaian yang dilakukan. Metode CPM cocok digunakan untuk transaksi penjualan/pembelian barang atau jasa yang memiliki karakteristik sederhana atau mudah dibandingkan dengan metode lainnya. Metode CPM juga dapat digunakan untuk transaksi penyediaan jasa atau pembelian bahan baku atau faktor produksi lainnya. Namun, dalam praktiknya metode CPM memiliki keterbatasan karena sulitnya menentukan harga pokok penjualan dan tingkat laba kotor wajar. Oleh karena itu, metode CPM harus dipilih dengan hati-hati dan dikonfirmasi ulang dengan metode transfer pricing lainnya jika diperlukan.
Apa contoh penerapan Analisis Kesebandingan dengan Metode RPM?
Contoh penerapan Analisis Kesebandingan dengan Metode RPM adalah sebagai berikut:
PT AAA membeli barang dari perusahaan afiliasi PT XXX dengan harga Rp 500 juta. PT AAA kemudian menjual barang tersebut kepada perusahaan independen PT DDD dengan harga Rp 600 juta. Untuk menentukan harga transfer yang wajar, PT AAA menggunakan Metode RPM dengan membandingkan laba kotor yang diperoleh dari penjualan kembali barang tersebut.
Penerapan Metode RPM memerlukan tingkat kesebandingan yang tinggi antara transaksi antara wajib pajak yang mempunyai hubungan istimewa dan transaksi antara wajib pajak yang tidak mempunyai hubungan istimewa, khususnya berdasarkan hasil analisis fungsi. Analisis fungsi meliputi fungsi yang dilakukan, aset yang digunakan, dan risiko yang ditanggung oleh masing-masing pihak. Selain itu, pihak penjual kembali (reseller) tidak memberikan nilai tambah yang signifikan atas barang atau jasa yang diperjualbelikan.
Jika terdapat perbedaan kondisi yang mempengaruhi laba kotor antara transaksi afiliasi dan transaksi independen, maka perlu dilakukan penyesuaian yang akurat (reasonably accurate adjustment) untuk menghilangkan atau mengurangi dampak perbedaan tersebut. Contoh penyesuaian yang dapat dilakukan adalah terkait dengan biaya iklan, garansi, diskon, dll.
Setelah melakukan penyesuaian, harga transfer yang wajar dapat ditentukan dengan menggunakan laba kotor wajar dari transaksi independen sebagai acuan. Dalam contoh di atas, jika tidak ada perbedaan kondisi yang signifikan antara transaksi afiliasi dan transaksi independen, maka laba kotor wajar bagi PT AAA adalah 16,67% (Rp 100 juta / Rp 600 juta). Jika ada perbedaan kondisi yang signifikan, maka laba kotor wajar dapat berbeda tergantung dari hasil penyesuaian yang dilakukan. Metode RPM cocok digunakan untuk transaksi pembelian barang atau jasa dari pihak afiliasi yang kemudian dijual kembali kepada pihak independen tanpa penambahan nilai yang substansial. Metode RPM juga dapat digunakan untuk transaksi intra-group services dari perspektif penerima jasa. Namun, dalam praktiknya metode RPM memiliki keterbatasan karena sulitnya menemukan transaksi sebanding yang identik atau mirip. Oleh karena itu, metode RPM harus dipilih dengan hati-hati dan dikonfirmasi ulang dengan metode transfer pricing lainnya jika diperlukan.